BAHAGIA LAH DAN JANGAN JADI RUMIT

rahmat.suardi
3 min readSep 3, 2019

--

Terkadang kita ragu pada hidup. Bimbang melanjutkan apa yang ada di hadapan. Apakah harus keluar dan mencari hal lain atau tetap lanjut dalam keadaan memaksakan. Hidup memang rumit dan selalu sulit bertemu jalan keluar. Namun apakah kita harus tunduk pada keadaan dan melakukan penerimaan dan berharap semua akan kembali normal tanpa gerak memperbaiki? Kita memang selalu berasumsi lebih terhadap hal-hal yang sebenarnya bisa selesai jika pikiran tidak kusut. Rehat sebentar, lalu berpikir bagaimana menyelesaikan.

Beragam peristiwa memang datang di setiap hidup seseorang. Setiap dari kita memang bermasalah. Tidak selalu serupa, tapi sama-sama berliku dan butuh penanganan yang serius agar bisa selesai. Namun masalah yang timbul adalah bagaimana kita bereaksi terhadap keadaan. Ofensif atau defensif adalah pilihan. Mau bagaimana bersikap, kembali lagi pada kita sendiri. Kita bisa bijak atau marah sekalian terhadap ketidaknyamanan yang datang. Puncak keputusan datang pada diri sendiri, apakah ingin selesai dengan cara sehat atau berakhir dengan ribut-ribut.

Saya pun selalu berusaha untuk mengontrol diri. Tidak lepas emosi. Mengedepankan berpikir logic dulu sebelum bereaksi. Apa konsekuensi yang akan saya terima jika bertindak tidak wajar. Reaksi itu akan merugikan siapa saja? Saya pun selalu takut jika lepas kendali dan tidak pandang bulu untuk menyerang –verbal maupun fisik. Peringai semacam itu memang tertanam alami di diri saya, tapi bisa tetap dikendalikan. Semoga selalu bisa seperti itu. Namun butuh ekstra latihan. Dan tentu saja selalu berpikir panjang dan positif.

Belakangan, saya memilih lebih banyak diam –cenderung menarik diri- dan tetap mengamati sekitar. Dengan begitu saya belajar bahwa ada banyak hal yang tidak perlu saya urusi. Terlibat diurusan orang lain tanpa diundang adalah hal konyol dan menghabiskan waktu serta beban pikiran. Bertindak diam memang akan menghasilkan ketidakpekaan terhadap kejadian. Meski ia dekat sekali. Tapi dengan begitu masalah tidak menumpuk dan saya bisa lebih santai melewati waktu dan menjalankan banyak hal yang saya senangi.

Saya pun berusaha lebih banyak interaksi dengan anak-anak di kelas. Saya cenderung lebih lepas ketika berbagi bicara dengan mereka. Topik yang dibahas pun tidak berat. Seputar kehidupan mereka saja ketika tidak di sekolah. Dari sana pun saya belajar, menjadi anak-anak itu mudah menemukan bahagia. Mereka tidak berputar di lingkaran masalah yang rumit. Mereka tidak terpaku pada satu masalah. Mereka justru cenderung lalai pada masalah. Dan itu bagus bagi perkembangan mental mereka. Ada baiknya saya juga mencontoh mereka dalam bersikap terhadap masalah. Bernapas, bahagia, dan bersikap bodoh amat.

Kita bisa bahagia dengan cara kita sendiri. Meski terbit prasangka aneh dari pandangan orang-orang. Toh, yang mampu kita kendalikan adalah diri kita sendiri, bukan orang lain. Tak perlu mempermasalahkan yang tidak bisa kita kendalikan. Buat jarak jika terlalu rapat. Jangan begitu jauh. Seperlunya. Jangan takut dibilang berubah? Justru perubahan itu menandakan ada sisi dinamis di dalam hidup. Kita berada ditingkat lain dalam segi memahami. Berjarak adalah bentuk lain bahwa kita sedang baik-baik saja dan tak perlu dikhawatirkan.

Jangan pernah terjebak di situasi yang membuat diri kita tidak nyaman, namun tetap memaksakan berada di sana. Bahagia selalu tentang bagaimana diri dan keadaan berjalan bersama. Bukan malah seperti melawan arus. Kita dituntut beradaptasi pada kondisi apapun, tapi bukan berarti menggadaikan kenyamanan. Ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menjadi apa yang kita mau. Jika pilihan terbaiknya adalah keluar dari lingkaran, ya tidak apa-apa. Jangan tinggal, jika sulit menemukan dirimu sendiri di sana.

Saya sendiri merasa kebebasan saya adalah ketika menyendiri. Tidak begitu terlibat banyak dalam obrolan serius. Hal-hal serius terkadang membingungkan. Banyak berhadapan dengan benda-benda mati adalah hal lain yang menarik saya untuk tidak begitu aktif bercengkrama. Gelas pun bisa menjadi lebih asyik dipandangi. Handuk yang menggantung di sudut kamar bisa menjadi hiasan paling menarik sepanjang hari. Ini persoalan rasa. Bagaimana kita menghadirkan rasa kemudian terciptalah bahagia.

Masih mengatakan menjadi bahagia itu rumit?

Mungkin dirimu bisa mencoba lari dari kebisingan. Bermainlah di tempat sunyi. Lepaskan bebanmu di sana. Jika tak sanggup, tetaplah kusut dan tidak bahagia di tempatmu sekarang.

--

--

rahmat.suardi
rahmat.suardi

Written by rahmat.suardi

anything about football and coffee.

No responses yet