belajar memahami siswa

rahmat.suardi
2 min readAug 29, 2024

--

kegiatan P5

sudah lama sekali saya tidak mengajar anak SMA. jika ingatanku tidak meleset itu sudah 10 tahun lalu. saat itu saya mengajar di SMA 3 raja ampat, papua barat.

berhadapan dengan murid SMA tidak sama seperti bertempur di depan anak SD atau SMP. strategi otomatis berbeda. murid SMA ingin diperlakukan seperti kawan yang renyah diajak bercanda dan serius saat diberi masukan.

saya pernah SMA dan saat itu cukup sulit menemukan guru yang mau menyisihkan waktunya sekedar mendengar keluhan belajar atau topik harian anak remaja. mungkin waktu itu guru-guru saya cukup senior sehingga sudah pusing untuk urusan administrasi, mengajar, dan domestik rumah tangga masing-masing. saya baru paham belakangan saat sudah berada di posisi mereka.

saat siswa mengajak bicara, saya mesti memberikan perhatian penuh. mata yang mengarah ke matanya. sedikit anggukan dan tipis-tipis menanggapi. intinya mereka butuh telinga yang peka terhadap aduan. untungnya saya cukup piawai meng-update pengetahuan pop culture yang banyak tersebar di beragam sosial media. sehingga topik semacam itu saya masih bisa mengimbangi.

hidup mereka cukup terkuras di depan layar ponsel. sehingga informasi acak bisa mereka terima yang terkadang tidak utuh. apa lagi mereka belum terlatih untuk menyaring dengan baik. sekarang saya paham kegiatan projek penguatan profil pelajar pancasila (P5) di sekolah adalah alat bagi mereka dalam memilah informasi. ada banyak saringan yang mesti dipasang untuk membenarkan kabar yang masuk. berpikir kritis memang harus dilatih dengan sungguh-sugguh dan berulang-ulang.

saya dulu adalah siswa SMA yang tunduk pada aturan sekolah. orang tua saya tidak pernah diundang untuk meluruskan kenakalan saya di sekolah. saya datang belajar dan kemudian lulus dengan nilai yang tidak jelek-jelek amat. saya bukan siswa yang punya prestasi spektakular. pun tidak terlampau jongkok di bawah. karena tidak punya pengalaman nakal itu, makanya saya belajar dari teman-teman saya dulu yang sudah langganan masuk ke ruang kesiswaan. bekal pengamatan itu membuat saya cukup bisa menganalisa apa yang terjadi pada siswa saya saat ini. bedanya kami dulu tak ada teknologi yang mendampingi, sehingga butuh kejadian berulang-ulang untuk tahu bahwa ada keisengan masif sedang terjadi berkaitan dengan perangkat mobile.

pada akhirnya siswa adalah rekan yang mesti dirangkul. mereka punya penilaian sendiri terhadap gurunya. mereka tahu mana guru yang cocok buat diajak ngobrol banyak hal dan mana yang cuma sekadarnya. saya selalu bilang ke mereka, kita bisa berkawan selama ada batasan yang mereka bisa hargai. saya masih bisa menolerir siswa yang nakal, tapi tidak dengan siswa yang kurang ajar.

jogja, 2024

--

--

rahmat.suardi
rahmat.suardi

Written by rahmat.suardi

anything about football and coffee.

No responses yet