etta bunga matahari

rahmat.suardi
2 min readAug 25, 2024

--

image by rebanas.com

gala bunga matahari terus berisik di kepala. ia seperti mesin yang tidak mau berhenti bergerak. ia mendesak telinga buat diputar sepanjang waktu.

semenjak hati-hati di jalan, lagu milik tulus, tidak ada lagi lagu yang punya kekuatan buat saya putar ulang-ulang. imbasnya spotify saya hapus. youtube lebih sering memutar siniar.

lagu sal priadi ini menarik saya jauh ke era di mana etta, saya dan adik-adik memanggil Ibu kami dengan sebutan itu, berjuang keras melawan kankernya. saat ambang nafas sudah di ujung. tanpa kalimat pamit di subuh yang tenang. ini semacam pengalaman spiritual yang meningkatkan keimanan.

sudah satu dekade kepergiannya dan yang tersisa hanya kenangan. tidak ada lagi yang merawat rumah dan memaksa makan bagi yang belum. peringatan ibadah tepat waktu sudah habis bersama ruhnya.

Ceritakan padaku bagaimana tempat tinggalmu yang baru?

bagaimana tempat itu, etta? apakah ia lebih nyaman dari rumah? apakah ada pagi di sana? saat udara memberimu akses terbersihnya. ceritakan semuanya.

juga badanmu tak sakit-sakit lagi
kau dan orang-orang di sana muda lagi.

adakah benar tubuhmu prima lagi? keriput itu pudar begitu saja? kau di sana sedang apa?

etta adalah ibu yang tangguh. matanya kuat di depan qur’an atau koran. ia mampu menawar harga di pasar pada angka terendah. masakannya mampu menghipnotis hingga tanpa sadar sudah habis tiga porsi.

mungkinkah kau mampir hari ini?
bila tidak mirip kau
jadilah bunga matahari.

jika engkau sempat singgalah mengelus kepala. membisiki nasihat-nasihat seperti dulu. bertanya, bagaimana bapak menjalani usia senjanya? apakah adik-adik sudah mahir mengatasi masalahnya sendiri? adakah cucu-cucu yang lucu dan pandai beribadah?

bila tidak sekarang
janji kita pasti 'kan bertemu lagi.

iya, nanti itu akan tiba masanya.

Jogja, 2024.

--

--

rahmat.suardi
rahmat.suardi

Written by rahmat.suardi

anything about football and coffee.

No responses yet