lebaran (bukan) di rumah
di grup WA keluarga sudah beramai-ramai sepupu-sepupu saya pamer ketupat, buras, daging yang siap diolah dengan berbagai macam makanan khas bugis. kegiatan ini yang selalu menjadi kerinduan tersendiri menjelang lebaran buat saya beberapa tahun terakhir. sejak tahun 2018 saya memang tidak pernah pulang berlebaran. selalu saja ada penghalang. jatah libur yang pendek hingga terkurung di malaysia karena covid-19.
dulu, sebelum menikah, menjelang lebaran seperti ini saya selalu tahu tugas apa yang mesti saya kerjakan saban tahun menjelang idulfitri; memisahkan bulu ayam dari kulitnya. menyelesaikannya butuh waktu berjam-jam karena memang jumlahnya yang banyak. jika itu sudah rampung maka bergeser ke tugas berikutnya. tergantung permintaan orang-orang dapur. biasanya selesai menjelang berbuka puasa. selalu senang terlibat pada kerja-kerja yang dituntaskan bersama.
tradisi lebaran di kampung saya di tanah bugis memang harus dirayakan semeriah mungkin. kemenangan berarti harus ditebarkan seluas-luasnya. pintu dibuka lebar-lebar biar tetangga, kerabat bisa singgah walau sekadar salaman dan mengucapkan maaf sebagai simbol kemenangan itu. makanan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan pada perayaan lebaran. buras, ketupat, lappa-lappa, bajabu, coto, konro, opor ayam, nasu likku semua ada di meja. siapapun yang lapar silakan ke meja tanpa harus ada komando.
di gunungkidul (GK), rumah saya saat ini, lebaran memang dirayakan meriah. apa lagi para perantau pengais rezeki pulang serempak yang membuat slot parkiran di dekat pasar, depan toko, dan kedai makan selalu penuh dengan plat luar jogja. setelah 2 tahun terakhir ramadan dan lebaran idulfitri penuh di GK, utamanya tetangga sekitaran, perjamuan makan bukanlah hal yang perlu dipersiapkan dari h-3 lebaran. berbanding terbalik dengan kampung saya di sulawesi, sajian makanan adalah wajah utama sang pemilik rumah.
setelah salat id makan bakso sudah lebih dari cukup untuk menutup rasa lapar jika sedang malas masak di hari raya. di kampung saya orang-orang yang bertamu di hari raya disuguhkan makan besar, lalu disambung dengan kue dan minuman manis. sementara di sini, kue dan minuman manis sudah cukup. menyambung silaturahim dengan saling berkunjung rumah ke rumah jauh lebih disakralkan. perbedaan itu tidak membuat saya kaget berlebihan karena sudah terbiasa merantau dan merasakan suasana yang berubah-ubah.
saya tidak bisa berdusta jika tak merindukan kampung halaman. saya lahir dan tumbuh dewasa dengan cara yang biasa seperti anak muda pada umumnya di sana. ketika mentok dengan harapan yang kerdil dengan kampung halaman, selalu mencari cara untuk merantau dengan dalih perbaikan nasib. di tanah rantau bisa mujur, juga bisa mati tanpa pernah kembali. saya tidak bisa mengkategorikan diri saya yang mana. saya tidak sukses dan pernah pulang kampung setelah memutuskan menjadi petarung di kampung orang sejak 7 tahun lalu. masing-masing punya medang perangnya.
saat memutuskan punya keluarga di jogja, saya tahu konsekuensi yang mesti saya hadapi. akan ada masa di mana saya harus memangkas ego apakah menghabiskan waktu di sini atau pulang ke tanah kelahiran. saya memang punya prenuptial agreement atau perjanjian pranikah bahwa saya akan menjadikan jogja sebagai rumah selanjutnya. tempat untuk pulang, menua, melihat samitra dewasa dan berkeluarga, kemudian kelak saya akan berbaring abadi di tanahnya kelak.
saya ingin merayakan lebaran dengan gembira. menikmati makanan yang ibuk samitra sajikan. mengajak samitra takbiran keliling. hingga waktu libur selesai dan mesti kembali ke rutinitas seperti semula sebagai guru di sekolah.
jogja, april 2023