menerima kesalahan dan memberi maaf

rahmat.suardi
4 min readMay 23, 2022

--

scott webb (unsplash)

kehilangan uang bertubi-tubi secara aneh membuat saya dan ibuknya samitra harus bergerak cepat untuk mengatasi. kami tentu tidak bisa tinggal diam begitu saja dan membiarkan uang yang dicari dengan susah payah kemudian harus lenyap tanpa aba-aba. menguap seperti embun yang disapu matahari.

saran yang masuk kebanyakan untuk memakai kemampuan istimewa “orang pintar”. saya mengerti apa yang dimaksud dengan orang pintar tersebut. untuk menolak secara halus tawaran itu saya menanyakan, orang pintar itu lulusan ugm apa bukan? kalau bukan produk ugm saya dan istri enggan. karena memberi respon semacam itu akhirnya orang-orang menyerah. di masa lalu saya banyak bersinggungan dengan orang pintar, entah untuk meminta nomor togel atau menjadi pawang mengusir roh jahat.

akhirnya mertua menawarkan pengusiran melalui metode ruqiah. kami langsung setuju. kami lebih percaya ruqiah daripada ilmu orang pintar yang bukan alumni ugm.

pekan kedua puasa setelah salat taraweh, kawan lama mertua yang sudah hampir 10 tahun tidak bertemu muka akhirnya didatangkan ke rumah. beliau datang dari daerah wonogiri demi silaturahmi kembali dengan teman nakalnya di waktu muda sekaligus membereskan masalah yang ada di rumah kami.

kami memanggilnya pak ustad. usianya dengan bapak mertua saya terpaut 3–4 tahun. mertua saya lahir lebih awal. mereka berkawan sejak kecil karena pak ustad ini belajar mengaji di rumah lama bapak yang digawangi oleh mbahnya ibuk samitra. sekawan pengajian dan sekawan berburu belut di sawah menjadikan bapak dan pak ustad kawan yang rapat. namun pilihan karir dan pasangan hidup yang membuat masing-masing terpisah dan kehilangan komunikasi. bapak hijrah ke jogja dan pak ustad memilih hidup di sebuah pesantren entah di mana saya lupa tepatnya.

pak ustad sudah tahu duduk masalahnya. bapak sudah bercerita panjang lebar lebih dulu lewat telepon.

“biasanya ada hal yang tidak diridhoi allah di dalam rumah yang membuat hal-hal gaib mudah masuk dan buat gaduh.” karena saya tidak bisa berbahasa jawa, makanya pak ustad lebih sering menggunakan bahasa indonesia agar ibuknya samitra tidak perlu mengalihbahasakan kepada saya.

“kelonggaran inilah yang menjadi kesempatan makhluk yang tidak bisa kita lihat itu masuk dan mengguncang isi rumah. maka dari itu perlu keikhlasan buat sampean berdua untuk mendapatkan kembali ridho allah ada di dalam rumah,” pak ustad melanjutkan.

saya dan ibuknya samitra cukup merasa aneh, kami merasa tidak ada masalah yang membuat kami berselisih paham.

“secara tidak sadar mungkin ada perbuatan atau hal yang terpendam di dalam hati yang membuat kegaduhan di dalam rumah muncul. bisa saja tidak ikhlasnya suami karena perkara masakan istri yang terlalu asin. atau bisa saja rasa kesal istri karena suami malas salat yang tidak bisa diungkapkan malahan menumpuk di hati dan menjadi titik hitam. sehingga hal ini mengundang hal buruk dari luar masuk ke rumah dengan mudah.”

“semakin lebar luka yang menganga, maka semakin mudah hal gaib itu menjangkau. semacam datang tanpa diundang.”

perkiraan awal kami berdua akan diruqiah, seperti yang selama ini saya saksikan di tv atau youtube. ternyata tidak. yang kena ruqiah hanyalah ruang-ruang di rumah kami. doa-doa ruqiah dibacakan kemudian air disemprotkan di sudut-sudut rumah. sama halnya yang pernah saya saksikan di channel youtube seorang ustad yang juga ahli ruqiah.

“kita hanya mengusahakan, hasil akhir tetap lewat izin allah,”

sesi berikutnya adalah membuat saya dan ibuknya samitra duduk hadap-hadapan. kami diminta saling mengenggam tangan. kemudian saling melempar senyum terbaik. ini membuat saya canggung dan mungkin juga buat istri saya. kami tidak pernah melakukannya. meski kami suami istri, hal ini sungguh aneh.

pak ustad memiliki kemampuan public speaking yang mumpuni. kekuatan kata-katanya mengguncang perasaan kami. ia tidak sedang meruqiah kami. tidak ada ayat-ayat atau semacamnya keluar dari mulutnya. ia menyuguhkan kalimat-kalimat positif ke telinga kami dan meminta kami mengikutinya. dengan suara yang bisa terdengar hingga ke teras rumah.

“wahai istriku, wahai suamiku. jika ucapan dan perbuatanku pernah membuat hatimu tergores. mengekang perasaanmu sehingga timbul amarah maka maafkanlah. perbuatan itu sungguh tidak sengaja. itu hanyalah khilaf yang kiranya jika kamu maafkan akan melegakan hatiku.” kata-kata itu terus keluar dan kami terus mengikutinya.

“aku banyak diam atas keliru yang kita lakukan berdua, ini demi semata-mata menjaga perasaan masing-masing jika diungkapkan bisa menjadi perkara pertengkaran. tapi di kesempatan ini biarkan saya menyampaikan hal-hal menjanggal itu agar dada ini tenang dan kita bisa berjalan kembali, melanjutkan kasih sayang kita tanpa ada kejanggalan lagi.”

setelah melepaskan uneg-uneg di hati kami masing-masing tentang perkara yang sebenarnya sederhana yang tidak kami senang atas sikap yang selama ini kami tunjukkan ternyata salah di mata pasangan. maaf meluncur dengan lancar. seperti haus yang lega karena siraman air yang dingin.

sepanjang dua jam kami diberi nasihat-nasihat yang mahal. semacam edisi lebih panjang dari nasihat pernikahan setelah akad dulu. kali ini isinya tentang penerimaan kurang dan lebihnya pasangan. tentang bagaimana saling dukung agar rumah tangga kami terus samawa. masalah pasti datang dan kami sudah menyiapkan solusinya.

kami yang berpikir rumah tangga sedang baik-baik saja dan merasa tidak sedang berada dalam prahara, ternyata selama ini kami menyimpan kekesalan. rasa kesal yang dianggap sederhana dan tidak perlu disuarakan dan berharap bisa reda dengan sendirinya. namun, justru itu yang menjadi akar kegaduhan di dalam rumah, meski sosok eksternal juga menjadi pemicunya.

uang-uang yang hilang itu kami lepas dengan ikhlas. sebagai gantinya kami menerima pesan-pesan yang mahal, bahkan tidak bisa kami nilai dengan materi.

pak ustad pulang ditemani oleh asistennya. menempuh perjalanan di tengah malam di ramadan yang syahdu.

saya dan istri merasa kelegaan yang selama ini hilang karena kebisuan masing-masing dan tentu campur tangan gaib pengambil uang itu.

setelah malam itu suasana rumah menjadi lebih kondusif. kami sudah tidak kehilangan uang secara misterius lagi. berita baiknya kami tidak perlu orang pintar untuk memerangi makhluk tak kasat mata tersebut. samitra yang berminggu-minggu rewelnya minta ampun menjadi lebih kalem. tidak gampang marah dan lebih mudah diredakan emosinya.

--

--

rahmat.suardi
rahmat.suardi

Written by rahmat.suardi

anything about football and coffee.

No responses yet