menerima semuanya
dalam hidup ini tidak ada yang benar-benar tuntas kita hadapi. masalah datang untuk menguji. mencoba cari tahu seberapa tangguh kita berdiri dan pasang badan mengusirnya pergi.
kita manusia umum yang punya perih untuk disembunyikan, meski ada juga yang rutin membagikan. tidak masalah luka dinikmati sendiri atau terpantau oleh orang lain. kita hanya perlu memberi rasa yakin pada diri sendiri bahwa saatnya tiba luka akan pergi dan kita bisa bahagia.
kehilangan memang menimbulkan perih. luka yang menganga. sembuh yang lumayan lama. apa lagi kehilangan ini bukan menghilang yang kabarnya tidak beredar dengan mudah. ini adalah bentuk pergi yang menyisakan kecewa dan patah hati yang dalam. kabarnya masih sering singgah. tidak sengaja memang. biasanya dari orang-orang yang aku kenal. berkata semalam dia ada di suatu tempat dengan seseorang yang bukan aku. juga tak dikenalinya. aku tahu reaksiku tidak bisa berlebihan. kadang kurespon sekenanya saja. berharap tidak ada introgasi lanjutan.
aku sadar dengan kekalahan ini. kuakui telak. namun bukan berarti aku harus terpuruk di dalamnya sampai batas waktu yang berkepanjangan. aku ingin bersedih dulu di dalamnya. sampai puas. sampai perih ini tidak sanggup lagi menangis. setelah itu aku ingin berdiri dan meninggalkan segala luka yang pernah terjadi.
aku menerima semuanya sebagai bagian dari kekalahan. saya memang mendambakan kemenangan. tapi bukan berarti saya menolak kalah. saat dia memutuskan pamit, aku memang tak banyak kata untuk menahannya. tidak juga melemparkan kalimat-kalimat buruk sebagai pelampiasan kekesalan. aku mempersilakannya pergi dan berpesan sesuatu.
“di setiap hubungan selalu ada luka. hanya saja kita tidak tahu siapa yang memberi dan siapa yang menerima sampai ada yang merasakannya. namun hari ini aku terluka.”
jogja, 2021